Daftar Lengkap Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat dari PB II hingga PB XIII

November 13, 2025

Dari Mataram ke Surakarta

Kasunanan Surakarta Hadiningrat berdiri setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua: Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Pusat pemerintahan dipindah dari Kartasura ke Desa Sala, yang kini dikenal sebagai Kota Surakarta (Solo).
Keraton ini menjadi pusat budaya Jawa, tempat lahirnya seni, tari, dan adat istiadat yang masih lestari hingga kini.

Daftar Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat

1. Sri Susuhunan Paku Buwono II (1745–1749)

Pakubuwono II
  • Nama lahir: Raden Mas Prabasuyasa
  • Masa pemerintahan: 1745–1749
  • Peran penting: Mendirikan pusat kerajaan baru di Desa Sala setelah kerusuhan Geger Pecinan menghancurkan Kartasura.
  • Warisan: Dikenang sebagai raja yang meletakkan dasar berdirinya Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
  • Fakta unik: Meski dianggap raja pertama Surakarta, secara hukum kerajaan berdiri setelah Giyanti (1755).

2. Sri Susuhunan Paku Buwono III (1755–1788)

Pakubuwono III
  • Nama lahir: Raden Mas Suryadi
  • Peristiwa penting: Menandatangani Perjanjian Giyanti bersama Pangeran Mangkubumi, yang memecah Mataram menjadi dua kerajaan.
  • Kebijakan: Memperkuat posisi Surakarta sebagai kerajaan yang diakui Belanda.
  • Warisan: PB III dianggap sebagai raja pertama resmi Kasunanan Surakarta.

3. Paku Buwono IV (1788–1820)

Pakubuwono IV
  • Nama lahir: Gusti Raden Mas Subadya
  • Julukan: Sunan Bagus
  • Periode kolonial: Masa pemerintahan PB IV ditandai intervensi kuat Belanda.
  • Warisan budaya: Mendorong penulisan karya sastra Jawa klasik, termasuk serat dan babad keraton.

4. Paku Buwono V (1820–1823)

Pakubuwono V
  • Nama lahir: Raden Mas Sugandhi
  • Masa pemerintahan: Singkat, hanya tiga tahun.
  • Kondisi politik: Diwarnai tekanan ekonomi dan konflik internal istana.
  • Catatan: Wafat muda dan digantikan oleh PB VI.

5. Paku Buwono VI (1823–1830)

Pakubuwono VI
  • Nama lahir: Bendara Raden Mas Sapardan
  • Peristiwa penting: Terlibat dalam pemberontakan Diponegoro karena simpati terhadap perjuangan pribumi.
  • Nasib: Diasingkan ke Ambon oleh Belanda, wafat di pengasingan (kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia).

6. Paku Buwono VII (1830–1858)

  • Nama lahir: Raden Mas Malik-i-Salikin
  • Era pasca perang Jawa: Fokus pada stabilitas dan pembangunan ekonomi.
  • Warisan: Memperindah keraton dan memperkuat hubungan diplomatik dengan pemerintah kolonial.

7. Paku Buwono VIII (1858–1861)

  • Nama lahir: Gusti Raden Mas Kusen
  • Masa pemerintahan: Hanya tiga tahun.
  • Kebijakan: Mempertahankan keseimbangan antara adat dan pengaruh Eropa.
  • Wafat: 1861, digantikan oleh PB IX.

8. Paku Buwono IX (1861–1893)

  • Masa pemerintahan: 32 tahun, era transisi modern.
  • Warisan: Memperluas pendidikan dan memperkenalkan sistem administrasi baru di keraton.
  • Konteks sejarah: Masa awal kebangkitan nasional dan pendidikan modern di Jawa.

9. Paku Buwono X (1893–1939)

Pakubuwono X
  • Nama lengkap: Gusti Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna
  • Raja terlama: Memerintah selama 46 tahun.
  • Kiprah:
    • Mendukung gerakan nasional (Budi Utomo, Sarekat Islam).
    • Membangun Pasar Gede, Jembatan Jurug, dan fasilitas publik modern di Solo.
  • Status: Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia (2011).
  • Era keemasan: Di masa PB X, Surakarta mencapai puncak kejayaan budaya dan ekonomi.

10. Paku Buwono XI (1939–1944)

  • Nama lahir: Gusti Raden Mas Suyitno
  • Masa sulit: Memerintah di tengah krisis politik menjelang pendudukan Jepang.
  • Warisan: Menghadapi masa transisi dari kolonialisme menuju pendudukan militer.

11. Paku Buwono XII (1945–2004)

  • Nama lahir: Gusti Raden Mas Sri Soeparto
  • Masa pemerintahan: Hampir 60 tahun.
  • Peristiwa penting:
    • Keraton kehilangan status daerah istimewa pada 1946.
    • Fokus menjaga budaya Jawa di tengah perubahan modern.
  • Warisan: Mengembalikan fungsi keraton sebagai pusat kebudayaan Jawa.

12. Paku Buwono XIII (2004-2025)

Nama Lahir: Gusti Pangeran Haryo Suryo Partono

Naik tahta: 2004

Wafat: 2 November 2025

Warisan:

Menjadi penerus dan perawat budaya Jawa di tengah perkembangan zaman yang makin modern

Catatan:

Gelar Paku Buwono XIII awalnya diklaim oleh dua putra Paku Buwono XII dari ibu yang berbeda. Putra yang tertua, K.G.P.H. Hangabehi, oleh keluarga didaulat sebagai penguasa keraton dan K.G.P.H. Tejowulan menyatakan keluar dari keraton; dua-duanya mengklaim pemangku takhta yang sah, dan masing-masing menyelenggarakan acara pemakaman ayahnya secara terpisah. Akan tetapi, konsensus keluarga telah mengakui bahwa Hangabehi yang diberi gelar Paku Buwono XIII.

Konflik “Raja Kembar ” tersebut berlangsung selama sekitar delapan tahun, hingga pada tahun 2012 dualisme kepemimpinan di Kasunanan Surakarta akhirnya usai setelah KGPH. Tejowulan mengakui gelar Paku Buwono XIII menjadi milik K.G.P.H. Hangabehi dalam sebuah rekonsiliasi resmi yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota Solo dan Wali Kota Joko Widodo bersama DPR. K.G.P.H. Tejowulan sendiri menjadi mahapatih (kemudian mahamenteri) dengan gelar Kangjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung.[2][3]

Baca Juga:

Perjanjian Giyanti & Perjanjian Jatisari: Dampak terhadap Keraton Surakarta, Yogyakarta, dan Warisan hingga Masa Kini

Sinuhun PB XIII Meninggal Dunia, Persiapan Pemakamannya Tak Sembarangan

About the author
B@s